Breaking News

GLOBALISASI DI INDONESIA : PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DIBALIK HARAPAN PERBAIKAN EKONOMI UNTUK KESEJAHTERAAN


Yogyakarta, JPM.onenews.co.id
Globalisasi, menurut David Held, adalah suatu kata yang tidak dapat didefinisikan secara pasti, tetapi terdapat poin-poin yang disepakati oleh para ilmuwan untuk menerangkan istilah globalisasi ini, yaitu jarak yang semakin mendekat, waktu yang menyusut, pengaruh yang cepat dan dunia yang terasa semakin menyempit (Tranggono et al., 2023). 

Perkembangan teknologi jelas menjadi faktor pendorong melesatnya globalisasi. Namun di sisi lain, globalisasilah yang menjadi katalis utama dari perkembangan teknologi ini. Dreher, A. (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa globalisai berpengaruh pada perkembangan ekonomi suatu negara.
 Meningkatnya kecepatan mengenai  informasi barang atau jasa ditambah dengan keterbukaan nilai harga pasar, membuat penawaran dan permintaan sumber daya juga semakin meningkat. Tentu saja, hal ini menguntungkan bagi setiap pihak yang terlibat. Produsen atau penjual yang memiliki spesifikasi dan harga terbaik dalam suatu produk atau jasa, pastinya akan memperoleh permintaan yang lebih besar besar, yang akan berimbas pada peningkatan revenue dan Gross Domestic Product (GDP). Di sisi lain, konsumen juga diuntungkan karena mereka bisa mendapatkan harga terbaik untuk kualitas yang mereka inginkan, yang artinya penghematan pengeluaran. 

Hal yang paling mudah untuk mengamatinya adalah dengan melihat dan mengidentifikasi e-commerce dan digital marketplace. Dua hal ini merupakan hasil nyata dari adopsi teknologi di era globalisasi yang ditujukan untuk peningkatan ekonomi.  Implementasi globalisasi memberikan resultan positif  di Indonesia. Bank Indonesia mencatat bahwa pada pada semester pertama tahun 2022, ada 1,74 juta transaksi dengan nilai mencapai 930 triliun.  Selain itu, menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company dalam e-Conomy SEA 2023, Indonesia merupakan pemilik ekonomi digital terbesar di ASEAN dengan e-commerce sebagai sektor utamanya.


Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/11/06/e-commerce-sektor-penyumbang-ekonomi-digital-terbesar-indonesia-pada-2023

Asosiasi E-Commerce Indonesia juga mencatat ada 11 juta UMKM yang bergabung dalam e-commerce dari pertengahan  tahun 2020 hingga Juni 2022. Dari sisi perekonomian negara, jelas bahwa hal ini meningkatkan GDP di Indonesia. 

Sumber : World Bank dan disesuaikan dengan kebutuhan oleh penulis

Tercatat bahwa GDP di Indonesia merupakan yang terbaik di ASEAN. Perputaran uang di e-commerce sangat besar, transaksinya menggila. Itupun baru dilihat dari sisi jual belinya. Sektor lain seperti jasa ekspedisi juga mendapatkan untung dari e-commerce. Sektor ini tumbuh dua digit dalam beberapa tahun terakhir. Sangat jelas bahwa e-commerce ini merupakan sektor ekonomi yang seksi di Indonesia. 

Dengan segala keuntungan ini, globalisasi dan teknologi memang mutlak diperlukan di Indonesia. Permasalahannya, tidak semua keuntungan di atas kertas itu dapat benar-benar terealisasi secara ideal. 
Pada dasarnya tidak ada kebijakan yang hanya memiliki sisi positif. Tidak ada strategi yang bisa menyenangkan segala pihak. Menutup celah-celah negatif untuk menekan dampak buruk globalisasi mutlak diperlukan untuk memastikan dampak positif tetap lebih masif dari dampak buruknya. 
Pertama, perlu kebijakan untuk menjembatani persaingan e-commerce dan pasar konvensional. Kasus Tanah Abang misalnya, yang dalam beberapa wawancara terhadap para pedagangnya menganggap bahwa e-commerce ini menjadi penyebab turunnya omset mereka, dan yang paling ekstrem, menyebabkan toko mereka tutup. Terkadang, yang menjadi masalah adalah mindset. Banyak contoh  kasus dimana para pelaku ekonomi tradisional menentang perkembangan teknologi karena langsung berimbas pada pendapatan mereka, tanpa berusaha untuk mencobanya terlebih dahulu. Memang sulit sebenarnya, apalagi yang menjadi imbas adalah hal pokok dalam menyambung hidup, yaitu ekonomi. Yanuardi (2016) menyebutkan kerjasama antara sektor daring dan konvensional juga bisa dilakukan, seperti menggunakan strategi omnichannel. 

Pemerintah, dalam hal ini juga bisa membantu untuk mewujudkan pasar konvensional yang nyaman seiring dengan mengenalkan konsep market digital terhadap para pedagang konvensional untuk meningkatkan penjulan mereka. Hal ini sebenarnya juga secara tidak langsung akan  meningkatkan kemampuan pedagang di bidang teknologi.

Kedua, memastikan setiap e-commerce memiliki ijin dan lisensi untuk membuka pasar di Indonesia. Setiap perusahaan , tanpa terkecuali, harus memastikan bahwa mereka taat pada regulasi yang ada di Indonesia. 
Kasus Tiktok shop yang ditutup karena tidak memisahkan antara sosial media dan social commerce serta tidak memiliki ijin untuk operasi, sebenarnya merupakan salah satu contoh tindakan pemerintah untuk mewujudkan keadilan regulasi pasar. Namun, yang jadi permasalahan, mengapa Tiktok Shop yang pertama kali release pada tanggal 17 April 2021, baru ditutup pada 4 Oktober 2023, di saat sudah banyak sekali orang-orang yang menggantungkan hidup dari e-commerce ini?  Pengawasan dan ketegasan tentunya menjadi hal mutlak di sini, sebelum berdampak kepada khalayak yang lebih banyak.

Ketiga, masalah keamanan data. Data merupakan hal yang sangat penting di era globalisasi ini, khususnya di bidang teknologi. Kerahasiaan data yang di-input di situs-situs e-commerce dan transaksi perbankan  merupakan dua poin wajib yang harus dipastikan agar tidak ada kerugian yang didapat oleh pengguna. Badan Siber dan Sandi Negara mencatat kenaikan serangan siber sebesar 38% di tahun 2022. 

Sumber : https://dataindonesia.id/internet/detail/bssn-catat-37002-juta-serangan-siber-ke-indonesia-pada-2022

Untuk itu, pemilik e-commerce wajib menjamin keamanan seluruh transaksi data di aplikasinya. Para pengguna juga wajib memiliki pengetahuan mengenai do’s and don’ts dalam dunia digital terkait keamanan data. Pemerintah wajib memastikan dua hal ini terus menerus terlaksana. Selain itu, pengawasan dan sistem dan sertifikasi keamanan yang layak juga menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memastikan kesiapan teknologi di era globalisasi.

Terakhir, pemanfaatan e-commerce untuk pemerataan kesejahteraan. Keberhasilan Indonesia dalam mendongkrak GDP juga tidak bisa ditelan mentah-mentah sebagai bukti kemakmuran. Fakta brutalnya, menurut data World Bank dalam hal indeks poverty headcount ratio at $2.15 a day,  pemegang GDP terbaik di ASEAN masih kalah  dengan Vietnam  yang hanya memiliki sepertiga GDP Indonesia.


 Vietnam lebih mampu untuk memeratakan pendapatan penduduknya. Hal inilah yang patut dikejar oleh pemerintah dengan memanfaatkan e-commerce ini. Bagaimana memaksimalkan UMKM Digital, mengajak masyarakat untuk mencoba market place, stimulus pajak, bisa menjadi cara untuk lebih menambah penetrasi di sektor ini.

Optimisme terhadap keberlanjutan globalisasi masih terus menjadi sebuah harapan untuk Indonesia. Segala bentuk ancaman dan dampak negatif globalisasi, bukan menjadi alasan untuk menghentikan segala pengaruh baik yang sudah jelas bisa dirasakan. Menekan segala bentuk kenegatifan tersebut merupakan hal yang harus ditempuh untuk memastikan globalisasi menjadi alat untuk memajukan kesejahteraan masyarakat Indonesia.


Retno Wijayanti
Program Studi Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
FISIPOL UGM
email : retnowijayanti512232@mail.ugm.ac.id

Red/JPM.onenews.co.id

© Copyright 2022 - JPM ONENEWS